Rabu, 21 September 2011

EGOKU TUK BERJUANG TELAH KANDAS (Bag.1)



Sebuah ikhtiar yang harus aku lakukan beberapa tahun yang lalu, sebelum aku menerima tawaran tuk menjadi leader kecil2an. Aku mencoba untuk memohon kepada Allah dengan Shalat Istikharah dan selalu berdo’a agar mendapatkan petunjuk. Namun aku sadar akan segala kekuranganku, kelemahanku, banyaknya dosa-dosaku. Sehingga pada waktu aku mendapatkan petunjuk dengan tiga malam berturut – turut bermimpi sesuatu yang buruk, menakutkan, dan menjijikkan,  aku kurang yakin dan ada keraguan di benakku akan mimpi itu. Aku menganggap bahwa mimpi yang aku alami adalah sebuah akibat dari kebanyakan tidur, atau karena kecapean. Yang pada akhirnya aku slalu mengandalkan rasio dan logikaku semata. Aku merasa mampu menghadapi segala tantangan yang akan aku hadapi ke depan, demi tujuan baikku yaitu dapat merubah sesuatu yang lebih baik. Aku memang egois waktu itu. Padahal beberapa kalangan dan reka-rekanku sudah memberikan warning, dan juga ungkapan yang agak sinis dan sedikit pesimis tentang tekadku itu, dengan mengatakan “ Pingin lihat aja…, kuat berapa lama ente bisa bertahan di situ?”
Dengan berbekal sedikit pengalaman dan sebenarnya kurang lebih tiga tahun aku juga sudah mengenal lingkungan itu, serta mengetahui karakter orang-orang yang ada, pada akhirnya aku menerima tawaran itu, dan mulailah aku mengeluarkan jurus-jurus yang pernah aku dapatkan dari beberapa tahun (tepatnya 15 tahun) aku berkecimpung dalam dunia yang sudah tidak aneh bagiku.
            Awalnya dapat berjalan dengan lancar, beberapa hal yang menjadikan ganjalan dan problem intern sedikit demi sedikit dapat dipecahkan. Aku membuat kesepakatan dengan teamku, yang intinya harus ada kekompakan, sebab sesuatu yang berat akan terasa ringan kalau dikerjakan bersama-sama. Aku akan selalu berada di garis paling depan dalam hal apapun, selama bertujuan baik untuk kemaslahatan orang banyak. Aku akan berusaha menghargai setiap tetes keringat dari anggota teamku. Aku akan membela teamku yang selama ini menurut mereka merasa tertekan, kurang mendapatkan hak-haknya. Aku memulai dengan merapihkan administrasi dan penyusunan program. Sebab tanpa rencana program, kita tidak akan bisa melangkah dengan jelas ke mana arah yang akan kita tuju dan tujuan apa yang akan kita dapatkan.
Tahun pertama dan kedua ada perubahan yang signifikan, bisa dilihat dari segi fisik dan non fisik. Atasanku mempercayaiku, teamku juga merasa terbantu. Hal-hal yang selama ini menjadi beban dan kendala dapat terpecahkan. Sistempun sedikit demi sedikit aku ubah ke arah yang jelas dan menguntungkan semua pihak sesuai keinginan team dan memang sudah menjadi aturan yang baku sesuai dengan juknis dan juklak. Walaupun ada beberapa hal yang sebetulnya sangat tidak umum dan tidak wajar dari pimpinanku, namun aku tetap berusaha menyikapinya dengan tenang. Aku selalu berusaha menghibur team yang aku perjuangkan. Dan aku berusaha meyakinkan kepada mereka, bahwa suatu saat nanti kita juga akan berhasil.
            Kita bekerja dengan melibatkan hubungan lintas sektoral yang pada dasarnya sudah ada aturan yang baku dan sangat jelas, namun ada saja yang dilanggar dengan alasan yang tidak mendasar. Walaupun begitu aku selalu berusaha untuk tidak membongkar kejanggalan yang ada ke pihak luar. Aku berusaha menutupi, seolah-olah tidak ada masalah yang berarti di dalam, sambil berusaha untuk memperbaikinya. Aku berusaha memberikan contoh disetiap jenis pekerjaan, dengan harapan mereka yang menjadi team ini dapat meniru dan meneruskan sesuai dengan job / bagiannya masing-masing. Setiap kegiatan aku buatkan program kerja dan proposal yang jelas. Tapi yang aku heran, ternyata teamku tak bisa mengikuti dan tak bisa menjalankan rencana program tersebut, padahal itu semua sangat sederhana dan sudah menjadi standar baku di manapun. Yang pada akhirnya aku selalu bekerja sendirian, ditambah lagi sarana dan prasarana yang tidak memadai membuatku semakin terasa lebih cape.
Sarana kerja yang seharusnya disediakan atau diadakan oleh lembaga, tidak juga dipenuhi dengan alasan yang tidak jelas, dan harus melalui birokrasi yang sangat rumit, padahal posisiku adalah leader sekaligus manager di tempat tersebut, namun pengendali segalanya tetap pada yang empunya lembaga bukan leader yang ditunjuk secara struktural sepertiku.
            Beberapa peralatan terpaksa aku harus mengusahakan dengan sendiri. Kebetulan di rumah aku punya VCD Player jadul, terpaksa aku bawa. Komputer pribadiku juga aku gunakan untuk menyimpan seluruh data lembaga dan aku pake kerja siang dan malam tampa perhitungan biaya listriknya. Aku malu ketika mengikuti pelatihan-pelatihan yang harus menggunakan laptop, aku selalu harus meminjem ke teman. Akhirnya aku nekad menggadaikan BPKB motor bututku demi membeli Netbook untuk kebutuhan di tempatku bertugas. Untuk upload data-data melalui internet aku juga menggunakan modem lemotku yang murahan. Ini semua kulakukan bukan untuk apa-apa selain untuk memperjuangkan lembagaku yang menurut beberapa kalangan, sebelum aku bertugas di situ memang dalam kondisi kurang sehat. Aku masih terngiang motto yang selalu ditekankan sewaktu aku masih di sekolah dulu, bahwa kalau berjuang jangan taggung-tanggung. Rawe-rawe lantas malang-malang putung. Bondho bahu pikir, lek perlu sak nyawane.
            Memasuki tahun ketiga, sudah mulai ada gejolak yang kurang kondusif. Aku sadar akan segala kelemahan dan kekuranganku, tapi aku tetap pada niatan awal yang ingin memberikan perubahan positif. Team yang tadinya solid sudah mulai terpecah. Begitu banyak tugas yang harus aku selesaikan sendiri….
 (Tunggu lanjutannya…..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar