Sebuah ikhtiar yang harus aku
lakukan beberapa tahun yang lalu, sebelum aku menerima tawaran tuk menjadi
leader kecil2an. Aku mencoba untuk memohon kepada Allah dengan Shalat
Istikharah dan selalu berdo’a agar mendapatkan petunjuk. Namun aku sadar akan segala
kekuranganku, kelemahanku, banyaknya dosa-dosaku. Sehingga pada waktu aku
mendapatkan petunjuk dengan tiga malam berturut – turut bermimpi sesuatu yang
buruk, menakutkan, dan menjijikkan, aku kurang yakin dan ada keraguan di
benakku akan mimpi itu. Aku menganggap bahwa mimpi yang aku alami adalah sebuah
akibat dari kebanyakan tidur, atau karena kecapean. Yang pada akhirnya aku
slalu mengandalkan rasio dan logikaku semata. Aku merasa mampu menghadapi
segala tantangan yang akan aku hadapi ke depan, demi tujuan baikku yaitu dapat
merubah sesuatu yang lebih baik. Aku memang egois waktu itu. Padahal beberapa
kalangan dan reka-rekanku sudah memberikan warning, dan juga ungkapan yang agak
sinis dan sedikit pesimis tentang tekadku itu, dengan mengatakan “ Pingin
lihat aja…, kuat berapa lama ente bisa bertahan di situ?”
Dengan berbekal sedikit
pengalaman dan sebenarnya kurang lebih tiga tahun aku juga sudah mengenal
lingkungan itu, serta mengetahui karakter orang-orang yang ada, pada akhirnya
aku menerima tawaran itu, dan mulailah aku mengeluarkan jurus-jurus yang pernah
aku dapatkan dari beberapa tahun (tepatnya 15 tahun) aku berkecimpung dalam
dunia yang sudah tidak aneh bagiku.
Awalnya
dapat berjalan dengan lancar, beberapa hal yang menjadikan ganjalan dan problem
intern sedikit demi sedikit dapat dipecahkan. Aku membuat kesepakatan dengan
teamku, yang intinya harus ada kekompakan, sebab sesuatu yang berat akan terasa
ringan kalau dikerjakan bersama-sama. Aku akan selalu berada di garis paling
depan dalam hal apapun, selama bertujuan baik untuk kemaslahatan orang banyak.
Aku akan berusaha menghargai setiap tetes keringat dari anggota teamku. Aku
akan membela teamku yang selama ini menurut mereka merasa tertekan, kurang
mendapatkan hak-haknya. Aku memulai dengan merapihkan administrasi dan
penyusunan program. Sebab tanpa rencana program, kita tidak akan bisa melangkah
dengan jelas ke mana arah yang akan kita tuju dan tujuan apa yang akan kita
dapatkan.
Tahun pertama dan kedua ada
perubahan yang signifikan, bisa dilihat dari segi fisik dan non fisik. Atasanku
mempercayaiku, teamku juga merasa terbantu. Hal-hal yang selama ini menjadi
beban dan kendala dapat terpecahkan. Sistempun sedikit demi sedikit aku ubah ke
arah yang jelas dan menguntungkan semua pihak sesuai keinginan team dan memang
sudah menjadi aturan yang baku
sesuai dengan juknis dan juklak. Walaupun ada beberapa hal yang sebetulnya
sangat tidak umum dan tidak wajar dari pimpinanku, namun aku tetap berusaha
menyikapinya dengan tenang. Aku selalu berusaha menghibur team yang aku
perjuangkan. Dan aku berusaha meyakinkan kepada mereka, bahwa suatu saat nanti
kita juga akan berhasil.
Kita
bekerja dengan melibatkan hubungan lintas sektoral yang pada dasarnya sudah ada
aturan yang baku
dan sangat jelas, namun ada saja yang dilanggar dengan alasan yang tidak
mendasar. Walaupun begitu aku selalu berusaha untuk tidak membongkar
kejanggalan yang ada ke pihak luar. Aku berusaha menutupi, seolah-olah tidak
ada masalah yang berarti di dalam, sambil berusaha untuk memperbaikinya. Aku
berusaha memberikan contoh disetiap jenis pekerjaan, dengan harapan mereka yang
menjadi team ini dapat meniru dan meneruskan sesuai dengan job / bagiannya
masing-masing. Setiap kegiatan aku buatkan program kerja dan proposal yang
jelas. Tapi yang aku heran, ternyata teamku tak bisa mengikuti dan tak bisa
menjalankan rencana program tersebut, padahal itu semua sangat sederhana dan
sudah menjadi standar baku
di manapun. Yang pada akhirnya aku selalu bekerja sendirian, ditambah lagi
sarana dan prasarana yang tidak memadai membuatku semakin terasa lebih cape.
Sarana kerja yang seharusnya
disediakan atau diadakan oleh lembaga, tidak juga dipenuhi dengan alasan yang
tidak jelas, dan harus melalui birokrasi yang sangat rumit, padahal posisiku
adalah leader sekaligus manager di tempat tersebut, namun pengendali segalanya
tetap pada yang empunya lembaga bukan leader yang ditunjuk secara struktural
sepertiku.
Beberapa
peralatan terpaksa aku harus mengusahakan dengan sendiri. Kebetulan di rumah
aku punya VCD Player jadul, terpaksa aku bawa. Komputer pribadiku juga aku
gunakan untuk menyimpan seluruh data lembaga dan aku pake kerja siang dan malam
tampa
perhitungan biaya listriknya. Aku malu ketika mengikuti pelatihan-pelatihan
yang harus menggunakan laptop, aku selalu harus meminjem ke teman. Akhirnya aku
nekad menggadaikan BPKB motor bututku demi membeli Netbook untuk kebutuhan di
tempatku bertugas. Untuk upload data-data melalui internet aku juga menggunakan
modem lemotku yang murahan. Ini semua kulakukan bukan untuk apa-apa selain
untuk memperjuangkan lembagaku yang menurut beberapa kalangan, sebelum aku
bertugas di situ memang dalam kondisi kurang sehat. Aku masih terngiang motto
yang selalu ditekankan sewaktu aku masih di sekolah dulu, bahwa kalau berjuang
jangan taggung-tanggung. Rawe-rawe lantas malang-malang putung. Bondho
bahu pikir, lek perlu sak nyawane.
Memasuki
tahun ketiga, sudah mulai ada gejolak yang kurang kondusif. Aku sadar akan
segala kelemahan dan kekuranganku, tapi aku tetap pada niatan awal yang ingin
memberikan perubahan positif. Team yang tadinya solid sudah mulai terpecah.
Begitu banyak tugas yang harus aku selesaikan sendiri….
(Tunggu lanjutannya…..)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar